Jakarta, GayaTekno.id – Dalam upaya mendukung transformasi kesehatan digital Indonesia, perusahaan health-tech asal Australia, BrainEye, resmi meluncurkan aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan pengguna menilai fungsi otak secara cepat, terjangkau, dan akurat hanya melalui smartphone.
Aplikasi ini menjadi terobosan dalam pemantauan kesehatan otak secara real-time, sejalan dengan komitmen Indonesia untuk meningkatkan layanan kesehatan preventif.
Steven Barrett, Chief Operating Officer BrainEye, menjelaskan bahwa aplikasi ini dirancang sebagai alat skrining otak non-invasif yang bisa digunakan siapa saja.
Dalam waktu kurang dari 40 detik, pengguna dapat memperoleh analisis kesehatan otak mereka, termasuk tren perkembangan kondisi otak dari waktu ke waktu.
“Teknologi kami tidak memerlukan perangkat keras mahal. Dengan lebih dari 120.000 tes yang telah dilakukan di seluruh dunia, BrainEye adalah alat medis Kelas 1M yang telah teruji klinis dan divalidasi terhadap standar emas perangkat medis neurologi,” ujar Steven dalam peluncuran BrainEye di Jakarta pada Senin (24/3/2025).
Jika ditelusuri lebih lanjut, jantung inovasi BrainEye terletak pada adopsi AI dan machine learning yang terus berkembang.
Ini berarti, setiap tes yang dilakukan pengguna akan memperkaya basis data, membuat algoritma semakin akurat dan personal.
“Semakin banyak data yang kami kumpulkan, semakin baik kinerja aplikasi. Model kami terus belajar, sehingga hasilnya semakin andal untuk deteksi dini gangguan neurologis,” tambah Barrett.
Sementara itu, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa 1 dari 3 orang atau sekitar 2,6 miliar penduduk global diperkirakan mengalami gangguan neurologis.
Namun, 75% kasus diantaranya tidak terdiagnosis, sehingga menjadi tantangan yang ingin diatasi BrainEye melalui solusi skalabel ini.
Pada kesempatan yang sama, Associate Professor Joanne Fielding, Chief Scientific Officer BrainEye, menekankan pentingnya deteksi proaktif sebelum gejala fisik muncul.
“Gangguan neurologis seperti demensia atau Parkinson sering baru terdiagnosis di tahap akhir. Dengan intervensi dini, kita bisa mengurangi beban penyakit, biaya perawatan, dan ketergantungan jangka panjang,” jelas Joanne.
Joanne menambahkan, manfaat solusi yang dihadirkan BrainEye tidak hanya dirasakan pasien, tetapi juga caregiver, tenaga medis, dan masyarakat luas.
Pasalnya, intervensi dini dapat menurunkan tekanan pada sistem kesehatan, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya kesehatan publik.
Terkait sasaran penggunaan, teknologi BrainEye memiliki cakupan aplikasi yang luas, lintas profesi maupun usia pengguna.
Bagi para atlet, inovasi dari BrainEye ini dapat digunakan untuk memantau fungsi otak untuk mencegah cedera kepala kronis.
Aplikasi BrainEye tersebut juga dapat mendeteksi perubahan kondisi otak yang terkait dengan stres atau depresi, sehingga dapat dijadikan sebagai media untuk mengelola stres.
Bagi kalangan lansia, BrainEye menawarkan solusi neurologi klinis yang mempermudah diagnosis dini penyakit seperti Alzheimer, Parkinson, hingga memonitor penurunan kognitif lansia secara berkala.
Emmanuel Petit, legenda sepakbola Prancis sekaligus Brand Ambassador BrainEye, menyoroti pentingnya kesehatan otak dalam kehidupan sehari-hari.
“Di lapangan, keputungan cepat adalah kunci. Tapi di luar lapangan, melindungi otak adalah prioritas. Aplikasi ini memberi kita kesempatan untuk tetap waspada,” ujar legenda Arsenal tersebut.
Hadir dalam acara peluncuran, Lauren Adams selaku Australia’s Trade and Investment Commissioner, menyatakan dukungan penuh terhadap kolaborasi kedua negara di bidang kesehatan dan teknologi.
“Solusi seperti BrainEye sejalan dengan ambisi Indonesia meningkatkan kualitas layanan kesehatan melalui digitalisasi. Ini adalah langkah penting untuk masa depan kesehatan preventif,” tutup Adams.
Dengan peluncurannya di Indonesia, BrainEye tidak hanya menawarkan alat pemantauan otak, tetapi juga mengajak masyarakat untuk beralih dari pola pengobatan reaktif ke pendekatan proaktif.
Di era yang menempatkan waktu adalah segalanya, 40 detik mungkin bisa menjadi penentu masa depan kesehatan otak kita.
Berikan Komentar