Jakarta, GayaTekno.id – Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang sedang dirumuskan oleh Komisi XI DPR RI bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif dan positif yang berkelanjutan.
RUU PPSK sendiri dirancang dalam konsep Omnibus Law yang mengintegrasikan sekitar 16 UU di sektor keuangan. Aset kripto diusulkan menjadi salah satu sektor yang masuk ke dalam RUU PPSK sebagai bagian dari inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK).
Asih Karnengsih, Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) mengatakan bahwa pihaknya telah mengupayakan keikutsertaan pelaku industri aset kripto dalam diskusi RUU PPSK, salah satunya dalam Konsultasi Publik RUU PPSK yang diselenggarakan Kementerian Keuangan dan penyampaian beberapa usulan pada Kementerian dan Otoritas terkait.
A-B-I yang mewakili pelaku industri aset kripto turut memberikan beberapa masukan secara tertulis kepada Kementerian Hukum dan HAM RI mengenai RUU PPSK dan Kementerian Keuangan.
Mengingat sifat aset kripto yang pada dasarnya mencakup aspek perdagangan dan keuangan, keterlibatan berbagai pemangku kepentingan termasuk industri aset kripto dibutuhkan dalam proses penyusunan Rancangan UU PPSK yang memperluas cakupan ITSK pada Pasal 202 huruf h dan perluasan sektor jasa keuangan yang menjadi wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap Aset Kripto yang memiliki karakteristik risiko sebagaimana dicantumkan dalam Penjelasan Bagian Keempat Pasal 5 huruf a mengenai Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.
“Akan relevan untuk melihat secara menyeluruh dan cermat kondisi dari industri aset kripto (baik di dalam maupun luar negeri) serta membuat kebijakan yang tepat dan spesifik,” sambung Asih.
Selain itu, demi menjaga kekondusifan industri kripto di Indonesia, kata Asih, diperlukan adanya transisi atau masa peralihan yang memadai bagi pelaku usaha dan pemerintah terkait mengenai langkah-langkah penyesuaian untuk memberikan framework kebijakan hingga landscape pengaturan yang akan diwenangi masing-masing lembaga pemerintahan.
Dengan perkembangannya, aset kripto dinilai layak menjadi salah satu instrumen investasi masa depan. Hal ini juga disampaikan oleh CEO Binance Changpeng Zhao pada saat KTT B20 di Bali.
“Untuk saat ini kekayaan seseorang 99% masih dalam bentuk mata uang fiat atau masih menggunakan sistem keuangan tradisional. Namun, dalam prediksi jangka panjang, DeFi dan kripto berpotensi dapat menggantikan mata uang fiat atau tradisional,” terang Zhao.
Zhao juga memproyeksikan akan semakin banyak orang yang akan bermigrasi ke kripto, karena di masa depan sekitar 20 – 30 tahun nantinya sudah jauh lebih mudah untuk melakukan transaksi di dalam bisnis kripto.
Artinya, di masa yang akan datang aset kripto memiliki peranan penting dalam membantu meningkatkan perekonomian secara global.
Kripto Tetap Komoditas, Bukan Mata Uang
Pengaturan dan pengawasan perdagangan aset kripto saat ini diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sehingga nantinya akan berimplikasi pada diatur dan diawasinya aset kripto oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Sementara itu, di berbagai negara posisi pengaturan aset kripto diklasifikasikan berbeda-beda sehingga hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah Indonesia dalam memposisikan aset kripto di Indonesia sebagai komoditas atau layanan/produk keuangan.
Contohnya di Singapura, kripto tidak dianggap sebagai alat pembayaran yang sah namun sebagai aset digital dengan menerapkan regulasi yang jelas, terukur, dan terstruktur dalam memberikan legalitas sehingga semua pergerakannya masuk dalam pengawasan pemerintah dan keamanan konsumennya juga terjamin.
Sama halnya di Indonesia, kripto di Amerika umumnya dianggap sebagai komoditas. Namun beberapa negara lainnya seperti di Jepang dan Australia menganggap kripto sebagai properti. Sedangkan, di Kanada dan Afrika Selatan, kripto masuk ke dalam sektor keuangan dan diklasifikasikan ke dalam produk keuangan.
Sementara itu, Affan Giffari selaku Managing Partner Trifida at Law yang juga merupakan partner Asosiasi Blockchain Indonesia (A-B-I) mengemukakan pendapatnya dari sisi hukum.
Menurutnya, hal ini akan mengakibatkan pergeseran hukum yang artinya implikasi terhadap pengaturan industri kripto apabila otoritas yang menaungi kripto adalah OJK sehingga semua stakeholders harus mempersiapkan diri menghadapi rezim yang baru dan pemerintah perlu mempertimbangkan kepastian hukum bagi para pelaku usaha agar nantinya dapat menawarkan produk yang lebih variatif dan kompetitif kepada konsumen.
Jangan Tumpang Tindih
Kemudian dari sisi pelaku usaha Resna Raniadi, Vice President of Operations Upbit ikut menanggapi hal ini.
”Pada dasarnya dengan masuknya aset kripto ke dalam RUU PPSK ini pemerintah ingin yang terbaik bagi industri, baik untuk kelancaran proses bisnis pelaku usaha maupun untuk perlindungan konsumen. Namun, yang harus ditekankan ke depan ialah tidak adanya regulasi atau komunikasi yang tumpang tindih antar lembaga pemerintahan karena ekosistem ini masih dalam tahap pertumbuhan sehingga alangkah lebih baik jika regulasinya dapat dibuat sesederhana mungkin.”
Oscar Darmawan, CEO Indodax pun meyakini bahwa pemerintah akan mengkaji RUU PPSK dengan sangat cermat sehingga nantinya akan tercipta harmonisasi peraturan perundang-undangan yang dapat mengakomodir kebutuhan industri.
“Sisi positifnya dapat membuat industri yang bergerak dibidang kripto tidak hanya dianggap sebagai komoditas melainkan sebagai lembaga finansial yang diatur oleh OJK yang dapat mendukung pengembangan inovasi selama peraturan tersebut dapat menciptakan ekosistem kripto di Indonesia menjadi semakin baik dan dapat melindungi konsumen,” ujar Oscar.
Duwi Sudarto Putra, selaku Co-Founder & COO digitalexchange.id berharap “sistem pengawasan seperti pencegahan terhadap kebocoran data, peningkatan literasi keuangan bagi investor hingga kewenangan memberantas praktik penipuan berkedok investasi, terutama dalam industri kripto dan seluruh lembaga/otoritas terkait kedepannya harus bisa aktif berkoordinasi untuk memberikan keputusan terbaik bagi masa depan industri kripto dan para konsumennya di Indonesia.”
Mendukung pandangan di atas, hal selaras juga disampaikan oleh Plt. Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, dihimpun dari CNN Indonesia (02/11), Didid mengaku tetap mendukung keputusan pemerintah dengan catatan, kripto tetap sebagai komoditas bukan mata uang.
“Nantinya pemerintah akan memindahkan aset kripto ke OJK, tapi tidak seketika saat RUU PPSK diundangkan. Jadi, ada masa peralihan,” ujarnya.
Didid juga menjelaskan dalam masa peralihan yang diperkirakan selama 5 tahun tersebut, Bappebti akan mencoba membuat peraturan tata kelola. Tujuannya, agar ekosistem kripto bisa tetap berkelanjutan (sustainable) meski nantinya beralih ke OJK.
Berikan Komentar