Jakarta, GayaTekno.id – Sepanjang tahun 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia kian membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari beberapa indikator fundamental ekonomi yang cukup solid. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 dapat tumbuh di kisaran 4,7% hingga 5,5%.
Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kian solid di tengah gejolak eksternal dan potensi perlambatan ekonomi negara maju.
Namun, apakah tren positif ini bakal berlanjut di tahun 2023? Chisty Maryani dan Ratih Mustikoningsih, dua Financial Expert dari Ajaib Sekuritas, pun mencoba untuk ‘meraba’ masa depan perekonomian Indonesia tahun 2023, khususnya untuk pasar saham.
Menurut keduanya, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diproyeksikan akan ditopang oleh meningkatnya mobilitas masyarakat seiring penghapusan PPKM secara nasional, sehingga daya beli masih dapat terjaga.
Iklim investasi juga diprediksi membaik sejalan dengan diterbitkannya Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Peraturan ini disinyalir memberikan percepatan investasi baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).
Di sisi lain, dengan dibukanya kembali aktivitas ekonomi China juga menjadi angin segar yang memicu peningkatan ekonomi domestik. Pasalnya kinerja ekspor akan lebih tangguh, sehingga surplus neraca perdagangan dan surplus transaksi berjalan dapat berlanjut.
Hanya saja, hal ini dapat menjadi pisau bermata dua bagi Indonesia karena memicu capital outflow di pasar keuangan, mengingat ekonomi China yang berangsur pulih menjadi daya tarik bagi investor asing. Pada akhirnya Indonesia berpotensi kembali mengalami defisit transaksi modal seperti pada kuartal-III tahun 2022.
Sementara itu, pelaku pasar mengkhawatirkan potensi resesi yang terjadi di negara maju khususnya Amerika Serikat, meskipun terjadi pengurangan kenaikan suku bunga pada Desember 2022.
Namun, The Fed diproyeksikan masih terus menaikkan suku bunga hingga di paruh pertama tahun 2023 akibat inflasi yang masih jauh dari target sebesar 2%. Kebijakan tersebut menjadi tantangan karena memicu capital outflow bagi pasar ekuitas domestik.
Di tengah isu pelemahan ekonomi negara maju yang diproyeksikan mencapai puncaknya di paruh pertama tahun 2023, pelaku pasar telah beralih pada obligasi yang memiliki risiko lebih rendah dibanding saham.
Performa IHSG di tahun 2023 juga akan diwarnai oleh pesta demokrasi yang akan digelar pada tahun 2024 mendatang. Secara historis performa IHSG satu tahun (12 bulan) sebelum diselenggarakan pemilihan umum (Pemilu) presiden dalam 3 periode terakhir sebagian besar ditutup menguat, misalnya pada Pemilu periode 2009, 2014 dan 2019 IHSG mengalami penguatan masing-masing 13,2%, 10,9% dan 7,7%.
Secara keseluruhan, berdasarkan pertimbangan kondisi makro ekonomi diatas, seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih kokoh.
Maka dari itu, kedua analis saham tersebut melihat bahwa IHSG berpotensi bergerak di atas level 7.000-7.200 di tahun 2023.
Berikan Komentar