GayaTekno.id – Pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia mendorong akselerasi digitalisasi di sektor keuangan, termasuk memperkuat kebiasaan masyarakat bertransaksi dan menggunakan layanan keuangan digital.
Oleh karena itu, anggota Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc), Hendri Saparini, menilai bahwa penguatan regulasi untuk mendukung pertumbuhan ekosistem fintech yang inklusif dan berkesinambungan, berpotensi menjadi faktor quantum leap industri pembayaran dan layanan keuangan digital di tahun 2021.
Di sisi lain, hal ini juga sekaligus menjadi salah satu upaya mencapai pemulihan ekonomi nasional dan peningkatan penerimaan negara.
Di tengah goncangan ekonomi sebagai akibat dari pandemi Covid-19, kata Hendri, industri fintech secara aktif membantu pemerintah menggerakan perekonomian Indonesia, seperti pemanfaatan dalam program Kartu Prakerja dan QRIS sebagai inovasi dari Bank Indonesia.
Salah satu kelebihan QRIS adalah masyarakat dapat bertransaksi dengan cepat, mudah, murah dan aman. Namun, IFSoc menilai diperlukan kolaborasi yang kondusif agar tercipta win-win situation bagi seluruh pemangku kepentingan.
Bank Indonesia (BI) perlu mengkaji secara dalam struktur insentif dan disinsentif dalam penerapan QRIS, khususnya dalam hal pricing dan akuisisi merchant.
“Inklusi keuangan merupakan salah satu kebijakan kunci dalam pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah bersama fintech, perlu menyiapkan strategi inovatif untuk melakukan pemerataan literasi keuangan dan pemerataan akses layanan fintech. Dimana saat ini digital divide masih menjadi tantangan yang perlu segera diatasi,” ujarnya dalam konferensi virtual pada Selasa (29/12/2020).
Sekadar pengingat, indeks inklusi keuangan Indonesia pada 2019 sebesar 76%, lebih rendah dibandingkan Singapura (98%), Malaysia (85%), dan Thailand (82%).
“Untuk itu, IFSoc mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang telah mengeluarkan Perpres No.114/2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pencapaian keuangan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia dan menargetkan indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 90% di tahun 2024,” tutur Hendri yang juga menjabat sebagai Founder CORE Indonesia.
Hendri melanjutkan, kolaborasi pemerintah, perbankan, dan pelaku industri fintech berpotensi mendorong adopsi layanan keuangan digital secara masif dan meningkatkan tingkat inklusi keuangan secara signifikan.
Di masa pandemi, perbankan dan fintech terus berinovasi agar masyarakat mendapatkan pinjaman dengan proses yang lebih cepat dan mudah.
Selain itu, fintech juga mendorong peningkatan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) ritel dengan pemanfaatan fintech. Saat ini terjadi akselerasi penetrasi pasar SBN ritel yang pesat didorong oleh platform berbasis fintech, terutama di era pandemi.
Pertumbuhan perusahaan fintech yang terlibat dalam penjualan SBN turut serta berkontribusi besar dalam peningkatan investor ritel, dimana dibuktikan dengan fintech berhasil masuk dalam jajaran mitra distribusi terbaik dalam penjualan SBN.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hadirnya fintech juga meningkatkan komposisi investor milenial (usia 20-40 tahun) pada Surat Berharga Negara (SBN) ritel, baik offline maupun online.
Berikan Komentar