Lima Aspek yang Meningkatkan Inklusi Keuangan Indonesia

Fintech

GayaTekno.id – Pandemi Covid-19 mendorong akselerasi digitalisasi sektor keuangan termasuk memperkuat kebiasaan masyarakat bertransaksi dan menggunakan layanan keuangan digital.

Penguatan regulasi untuk mendukung pertumbuhan ekosistem fintech yang inklusif dan berkesinambungan, berpotensi menjadi faktor quantum leap industri pembayaran dan layanan keuangan digital di tahun 2021, sekaligus menjadi salah satu upaya mencapai pemulihan ekonomi nasional dan peningkatan penerimaan negara.

Indonesia Fintech Society (IFSoc) mencatat ada beberapa momentum dan regulasi kunci yang akan menentukan pertumbuhan industri fintech dalam meningkatkan inklusi keuangan di 2021, antara lain sebagai berikut:

Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP)

Meningkatnya pemanfaatan teknologi digital di sektor keuangan menyebabkan bergesernya lansekap risiko, dengan fokus pada cyber-risk, anti pencucian uang, risiko operasional, serta perlindungan data.

Terkait perlindungan data, hingga akhir 2020, Indonesia belum memiliki undang-undang yang komprehensif tentang perlindungan data pribadi (PDP). Setidaknya terdapat 136 negara memiliki legislasi tersebut, termasuk negara-negara ASEAN, yakni Malaysia sejak 2010, Singapura dan Filipina sejak 2012, serta Thailand sejak 2019.

Sebagai salah satu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas, kehadiran UU tentang Perlindungan Data Pribadi telah mendesak di tahun 2021.

“Seiring dengan pesatnya perkembangan aktivitas dan inovasi layanan keuangan digital, IFSoc berpandangan diperlukan respon yang tepat dalam mengakomodir PDP, khususnya aspek perlindungan bagi pengguna terkait pengumpulan dan penggunaan data pribadi pengguna,” kata Anggota Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc), Yose Rizal Damuri yang juga ekonom CSIS.

Bank Digital

Transformasi layanan digital juga nampak dari mulai berkembangnya konsep bank digital oleh pelaku industri perbankan serta fintech.

Oleh karena itu, terdapat urgensi yang cukup besar terhadap regulator untuk mengeluarkan ketentuan khusus untuk bisnis bank digital.

IFSoc percaya bahwa bank digital dapat mengubah lansekap industri perbankan di Indonesia, dengan fakta dari 50% masyarakat belum memiliki rekening bank.

Bank digital dapat mempercepat penetrasi layanan perbankan ke daerah terpencil dengan biaya lebih rendah daripada membangun kantor cabang fisik.

Potensi pertumbuhan digital banking yang pesat seyogyanya akan mendorong OJK mengeluarkan regulasi khusus di 2021.

P2P lending

Penyaluran pinjaman dari P2P lending selama pandemi terus mengalami peningkatan. Secara akumulasi sudah mencapai Rp. 128,7 Triliun hingga September 2020.

OJK sedang menyusun peraturan baru terkait Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi (LPBBTI) atau P2P lending untuk merevisi peraturan yang sebelumnya.

IFSoc berharap Peraturan OJK yang baru ini dapat lebih menjamin pemenuhan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan pada saat yang sama juga mendorong inovasi dan pertumbuhan akses layanan keuangan digital.

IFSoc mengapresiasi upaya pemerintah dalam mengedepankan koordinasi semua pihak dalam menjamin berjalannya fungsi pengawasan, mengingat fintech senantiasa berkembang kompleksitasnya.

Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETP) dan Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN-G3)

Era new normal menjadi momen peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan pemasukan negara serta melakukan percepatan dan perluasan digitalisasi layanan pemerintah, seperti melalui inisiatif elektronifikasi transaksi pemda (ETP) dan Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN-G3).

Hal ini mengingat adanya perubahan pola interaksi di masyarakat yang cenderung mengurangi kontak, termasuk dalam bertransaksi.

Pada 2021, Pemerintah bersama DPR telah menetapkan target penerimaan negara sebesar Rp1.743,6 triliun.

Fintech dapat menjawab kebutuhan teknologi yang harus diterapkan dalam ETP dan MPN-G3 yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara dan kualitas layanan publik, seperti kecepatan transaksi keuangan, transparansi, mencegah kebocoran penerimaan negara sehingga meningkatkan penerimaan negara dan optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD).

Distribusi Bantuan Sosial (G2P)

IFSoc mendorong pemerintah untuk memanfaatkan fintech dalam melakukan distribusi bantuan sosial mengingat fintech telah terbukti berhasil menghilangkan peran intermediary dalam penyaluran insentif program Kartu Prakerja dan dapat dikembangkan untuk skema bantuan sosial murni.

Karakteristik dan cakupan fintech dapat dimaksimalkan, guna mencapai target 6T (tepat sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, tepat harga, tepat kualitas, dan tepat administrasi).

Oleh karena itu, IFSoc memandang bahwa kelanjutan integrasi fintech dalam penyaluran bantuan sosial secara non-tunai perlu diiringi dengan identifikasi tantangan, dukungan kajian kebijakan, serta penyiapan ekosistem operasional.

 

Feby Vebriani
Beberapa orang itu seperti mendung. Ketika mereka menghilang, suasana jadi lebih cerah.