Jakarta, GayaTekno.id – Siapa di antara kita yang masih sering menggunakan plastik sekali pakai, membakar sampah, atau lupa mematikan listrik di siang hari? Kebiasaan-kebiasaan seperti ini, walau terlihat sepele, tapi sebenarnya memiliki konsekuensi serius bagi lingkungan, lho! Beberapa dampak negatif yang dapat timbul dapat berupa kerusakan ekosistem, punahnya spesies, dan berbagai masalah kesehatan.
Tanpa disadari, kita sering kali masih menjadi kontributor utama terhadap berbagai masalah lingkungan. Nah, Hari Bumi atau Earth Day yang baru saja kita peringati di tanggal 22 April 2024 lalu menjadi momen yang tepat untuk meningkatkan kesadaran tentang peran kita dalam menjaga kelestarian planet ini, termasuk lingkungan.
Untungnya, banyak hal yang dapat kita lakukan untuk memulai gaya hidup yang ramah lingkungan (sustainable lifestyle) untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah. Dan gaya hidup ini bisa kita mulai kapan saja tanpa harus menunggu Hari Bumi, lho. Yuk, simak empat tips mudah berikut ini untuk menjadi pahlawan bumi!
Kurangi penggunaan plastik sekali pakai (single use plastic)
Sepertinya kita semua sudah tahu bahwa plastik sekali pakai, seperti kantong plastik, sedotan, dan botol plastik, merupakan penyumbang terbesar polusi lingkungan. United Nations Environment Programme (UNEP) memperingatkan polusi plastik di lautan diprediksi akan melonjak drastis hingga tiga kali lipat, dari yang sebelumnya 9-14 juta ton pada tahun 2016 menjadi 23-27 juta ton pada tahun 2040 apabila tidak dilakukan langkah pencegahan.
Untuk ambil andil dalam mengurangi sampah plastik, kamu bisa menerapkan conscious living dengan membawa tas belanja sendiri saat berbelanja, menggunakan botol minum isi ulang, dan hingga menghindari penggunaan sedotan.
Salah satu social enterprise (SE) yang secara aktif mendorong gerakan conscious living untuk mengurangi single use plastic adalah Liberty Society. Sejak didirikan pada 2019 oleh Tamara Gondo, Liberty Society aktif mengolah sampah korporat seperti plastik, tekstil, dan kardus, menjadi merchandise dan gift sets dalam skema penjualan Business-to-Business (B2B).
“Kunci menerapkan gaya hidup sustainable adalah mulai dari diri sendiri. Kita perlu secara sadar mempertimbangkan apa saja yang kita butuhkan, memikirkan dampak jangka panjang yang akan timbul saat membeli produk, serta meminimalisir single use plastic dengan mencari alternatif yang lebih sustainable. Setelah terbiasa, barulah kita bisa membagikan kesadaran (awareness) kepada orang lain dan menyebarluaskan dampaknya,” kata Marketing Associate Liberty Society Rachel Dwieputri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/5/2024).
Pilah sampah anorganik dan organik
Memilah sampah bukan hanya tugas petugas kebersihan, lho! Kita semua bisa berkontribusi dengan memisahkan sampah. Seringkali sampah bertumpuk menjadi benda yang tak terpakai, padahal di balik itu terdapat potensi besar untuk menyelamatkan bumi.
Sampah anorganik seperti wadah plastik, botol kaca, dan logam bekas dapat diolah menjadi produk pakai baru seperti tas dan aksesoris, hiasan dinding, serta perabot rumah tangga. Sedangkan sampah organik seperti sisa dapur, makanan, sayuran dan kulit buah juga dapat diolah menjadi kompos tanah serta pakan ternak hewan.
Magalarva, didirikan oleh Rendria Labde, merupakan SE yang memiliki misi untuk mengeliminasi sampah makanan dan membangun ekosistem lingkungan yang mendukung petani dalam menyediakan pakan hewan berbasis serangga yang berkelanjutan. Dalam hal ini, Magalarva berfokus pada pengumpulan sampah makanan yang diolah dengan black soldier fly (BSF) untuk menjadi pakan ternak dan piaraan berkualitas tinggi.
“Memilah/memisahkan sampah itu menjadi bagian penting dari pengelolaan sampah. Jika sudah dipilah, maka ini akan sangat memudahkan banyak pihak yang berkomitmen untuk mengelola sampah lebih lanjut, seperti Magalarva. Bahkan memilah sampah ini juga bisa menjadi pemasukan tambahan untuk kita karena ada beberapa pihak yang bersedia membayarnya,” ujar Rendria Labde.
Stop pembakaran sampah
“Pembakaran sampah menjadi salah satu penyumbang polusi udara, sehingga menghindari kegiatan tersebut menjadi salah satu upaya simpel yang dapat dilakukan masyarakat dalam kesehariannya agar tidak memperparah kualitas udara,” terang Co-founder & CEO Nafas Nathan Roestandy.
Membakar sampah rumah tangga, plastik, dan kayu yang dicat bukan hanya praktik yang tidak ramah lingkungan, tetapi juga bisa membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Asap pembakaran sampah mengandung bahan kimia beracun yang mencemari udara dan dapat terhirup oleh manusia dan hewan. Oleh karena itu, penting untuk menghindari pembakaran sampah dan mencari solusi pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan.
Penasaran dengan kualitas udara di sekitarmu? Nafas sebagai sebuah SE memiliki misi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap udara serta dampaknya terhadap kesehatan dan kehidupan mereka. Salah satu produk yang telah mereka kembangkan adalah aplikasi ‘Nafas’ yang bisa kamu gunakan untuk melihat kualitas udara secara real time, terlokalisir, dan akurat.
Gunakan produk alternatif yang ramah lingkungan
Menggantikan penggunaan produk alternatif yang ramah lingkungan merupakan investasi jangka panjang untuk menjamin kesejahteraan planet kita dan generasi mendatang. Lebih dari itu, produk ramah lingkungan juga seringkali diproduksi menggunakan teknologi dan bahan baku yang lebih berkelanjutan, sehingga membantu memperpanjang umur sumber daya alam yang terbatas. Tahu nggak, saat ini, banyak inovasi produk ramah lingkungan yang berkualitas dengan harga yang bersaing, lho.
Rangkaian produk dari PLANA (Plastic For Nature), startup green-tech yang mendaur ulang plastik dan gabah padi menjadi decking husk plastic composite, seperti Planawood dan Planabrick menjadi hasil inovasi pengolahan sampah plastik menjadi material bangunan yang berkelanjutan. Inovasi tersebut merupakan perwujudan misi PLANA dalam memberikan solusi permasalahan penggunaan kayu yang berlebih dalam bangunan guna menyelamatkan bumi dari limbah dan deforestasi.
“Banyak orang masih menganggap produk ramah lingkungan itu mahal dan kualitasnya rendah, sehingga menjadi hambatan berkembangnya pasar produk ramah lingkungan di Indonesia. Untuk menyikapinya, masyarakat Indonesia perlu memiliki keterbukaan dan melakukan riset terhadap produk ramah lingkungan demi bumi yang lebih lestari kini dan nanti,” tutup Co-founder & Chief of Sustainability PLANA Joshua C. Chandra.
Berikan Komentar