Jakarta, GayaTekno.id – Harga Bitcoin (BTC) kembali mengalami tekanan dalam 24 jam terakhir, turun sebesar 1,79 % ke level $97.865 pada Selasa (10/12/2024) pukul 08.00 WIB.
Koreksi ini terjadi setelah lonjakan historis harga Bitcoin yang berhasil menembus level psikologis $100.000 untuk pertama kalinya pada Kamis (5/12/2024) pekan lalu.
Namun, reli tersebut tampaknya harus berhenti sementara, dengan pasar mulai dilanda aksi ambil untung (profit-taking). Selain itu, perhatian para investor kini beralih ke rilis data inflasi dan indikator ekonomi utama lainnya, yang menjadi kunci keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan 18 Desember mendatang.
Lonjakan harga Bitcoin sebelumnya didorong oleh sentimen optimisme terhadap kebijakan pro-kripto yang dijanjikan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump.
Optimisme ini diperkuat oleh pengumuman kebijakan Trump yang menempatkan individu-individu ramah terhadap kripto di posisi strategis, seperti calon Ketua Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) serta Menteri Keuangan.
Di sisi lain, kekhawatiran pasar terhadap potensi distribusi oleh crypto wallet terkait Mt. Gox juga menambah tekanan.
Minggu lalu, crypto wallet terkait Mt. Gox diketahui memindahkan lebih dari $2 miliar Bitcoin, yang memicu spekulasi akan adanya distribusi koin kepada para kreditor dalam waktu dekat.
Minggu ini, Bitcoin berada di bawah sorotan pasar keuangan dengan tiga indikator ekonomi utama AS pekan ini yang berpotensi mengubah arah pergerakannya.
Indeks Harga Konsumen (CPI) yang dijadwalkan rilis pada Rabu dan Kamis, data klaim pengangguran awal diikuti Producer Price Index (PPI) juga akan menjadi perhatian utama investor.
Proyeksi menunjukkan ada kenaikan bulanan sebesar 0,3%, sedangkan inflasi inti (core inflation) diperkirakan stabil di 3,3% secara tahunan (YoY).
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengatakan bahwa data inflasi CPI minggu ini akan menjadi indikator penting.
“Jika inflasi melebihi ekspektasi, mungkin akan menambah tekanan ke Bitcoin untuk jangka pendek. Sementara jika CPI sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi pasar Bitcoin bisa mendapatkan dorongan untuk kembali menguji harga $100.000,” kata Panji di Jakarta.
Di sisi lain, data ekonomi minggu ini juga sangat penting menjelang pertemuan Federal Reserve (FOMC) pada 18 Desember.
Berdasarkan data dari FedWatch, pasar memperkirakan probabilitas sebesar 85,8% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25%-4,50%.
“Jika The Fed mengambil sikap hawkish, kita mungkin akan melihat tekanan tambahan pada harga Bitcoin. Sebaliknya, jika inflasi sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi, Bitcoin bisa mendapatkan sentimen positif karena pasar akan mengantisipasi kebijakan moneter yang lebih dovish dari The Fed menjelang tahun 2025,” jelas Panji.
Di tengah ketidakpastian ini, dukungan fundamental untuk Bitcoin tetap solid. MicroStrategy baru-baru ini mengumumkan pembelian tambahan 21.550 BTC senilai $2,1 miliar, dengan rata-rata harga $98.783 per koin.
Hal ini menunjukkan kepercayaan besar terhadap potensi jangka panjang Bitcoin. Selain itu, arus masuk bersih ke ETF Bitcoin spot di AS mencapai $2,73 miliar pekan lalu, yang menunjukkan minat institusional yang terus meningkat terhadap aset digital ini.
Panji mengatakan bahwa investor institusional tetap optimis terhadap prospek Bitcoin, bahkan di tengah volatilitas jangka pendek.
“Dalam jangka pendek, investor perlu memantau data ekonomi dengan saksama. Namun, prospek jangka panjang Bitcoin tetap positif, terutama dengan dukungan dari investor institusional dan kebijakan pro-kripto dari pemerintahan Trump,” tutup Panji Yudha.
Berikan Komentar