Jakarta, GayaTekno.id – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, para wisatawan kini menghadapi dilema: bagaimana tetap berhemat tanpa mengorbankan nilai-nilai pribadi dan kenyamanan?
Data terbaru dari SiteMinder mengungkap tren pariwisata 2025 yang cukup menarik yang dikupas dalam laporan SiteMinder’s Changing Traveller Report 2025.
Hasilnya, terungkap bahwa meski anggaran terbatas, kesadaran akan keberlanjutan lingkungan dan pengalaman autentik justru menjadi prioritas utama.
Laporan tersebut juga mengulas bagaimana preferensi ini membentuk masa depan industri akomodasi di sektor pariwisata.
Generasi Muda Lebih Boros, Tapi Tetap Hemat?
Perbedaan generasi tampak jelas dalam pola pengeluaran perjalanan. Gen Z (58%) dan Milenial (57%) berencana menghabiskan lebih banyak uang untuk perjalanan dibanding tahun lalu, sementara Gen X (35%) dan Baby Boomers (28%) cenderung menghemat atau mempertahankan anggaran.
Namun, di balik keinginan untuk “splurge” (berbelanja lebih), generasi muda tetap realistis: 18% memilih hostel atau motel hemat, setara dengan jumlah yang memilih hotel atau resort mewah.
“Wisatawan sadar anggaran tetap rela membayar ekstra untuk hal yang sesuai nilai mereka, termasuk akomodasi ramah lingkungan,” ujar Rio Ricaro, Country Manager SiteMinder Indonesia.
Budaya Lokal & Alam Bebas: Pengaruh Kuat Destinasi
Di sisi lain, preferensi akomodasi sangat dipengaruhi faktor geografis dan budaya. Di Australia misalnya, 11% wisatawan terbuka menginap di taman liburan atau berkemah, mencerminkan kecintaan pada alam.
Sedangkan di Indonesia, 22% responden memilih hotel hemat, tapi 95% lainnya bersedia membayar lebih untuk akomodasi ramah lingkungan. Ini berarti, wisatawan yang berkunjung ke Indonesia memiliki kesadaran tertinggi secara global terkait akomodasi ‘hijau’.
Lalu untuk Singapura dan Tiongkok, konsep mewah dan unik jadi favorit (32-35%), menegaskan selera akan kemewahan yang Instagrammable.
Dari data tersebut, lingkungan jadi pertimbangan utama. 70% wisatawan global rela merogoh kocek lebih dalam untuk penginapan ramah lingkungan.
Angka ini melonjak di Indonesia (95%), menunjukkan kesadaran ekologis yang tinggi meski tetap memprioritaskan harga terjangkau.
“Tren ini sinyal bagi penyedia akomodasi: wisatawan kini lebih kritis. Mereka tak hanya mencari fasilitas, tapi juga komitmen hotel terhadap nilai-nilai berkelanjutan,” tambah Ricaro.
Terkait fasilitas dasar selama berwisata, mayoritas responden tidak ribet. Mereka hanya menginginkan sesuatu yang simpel, tapi harus pas.
Kenyamanan fisik tetap kunci. Fitur paling dicari wisatawan saat memilih hotel, motel, atau resort ketika berlibur adalah sebagai berikut:
- Tempat tidur & bantal nyaman (56%)
- Pemandangan memukau (53%)
- Pengatur suhu ruangan (35%)
- Tekanan air pancuran (29%)
Uniknya, 80% tamu tak peduli dengan handuk dilipat sempurna, yang penting bersih dan mudah diakses.
Meski begitu, faktor pemikat tamu untuk kembali bukan hanya fasilitas, melainkan:
- Momen spesial. 37% wisatawan global (49% orang Indonesia) ingin pengalaman unik seperti kuliner lokal, spa, atau acara budaya.
- Keterikatan dengan komunitas. 20% menyukai akomodasi yang terintegrasi dengan budaya setempat.
“Wisatawan 2025 menginginkan hal dasar yang tepat, tetapi juga ‘lebih’. Mereka ingin merasa terhubung dengan destinasi, bukan sekadar numpang tidur,” jelas Ricaro.
Pada dasarnya, tren pariwisata 2025 memperlihatkan paradoks: di satu sisi, wisatawan ingin berhemat; di sisi lain, mereka tak mau kompromi dengan keberlanjutan dan pengalaman bermakna.
Pada saat yang sama, para penyelenggara akomodasi ditantang untuk menyediakan fasilitas yang co-friendly, bahkan dengan biaya tambahan.
Mereka juga dituntut untuk menghadirkan sentuhan lokal melalui kolaborasi dengan UMKM atau aktivitas budaya.
Selain itu, penyelenggara akomodasi harus memastikan kenyamanan dasar tanpa berlebihan (contoh: handuk tak perlu dilipat sempurna).
Bagi pelaku industri, ini bukan sekadar tren, tapi revolusi cara melayani tamu. Hemat budget bukan berarti rendah kualitas, dan mewah tak harus merusak lingkungan.
Sedangkan dari kacamata traveler, inilah era ketika mereka tak perlu merasa bersalah memilih hotel mewah – asalkan ramah lingkungan.
Bagi pengusaha penginapan, inilah saatnya berinovasi. Berikan dasar yang flawless, lalu tambahkan “jiwa” melalui cerita lokal dan komitmen hijau.
Bagaimanapun, traveling di 2025 bukan lagi soal “berapa bintang”, tapi “seberapa bermakna” para wisatawan mendapatkan momen yang berharga bagi mereka.
Berikan Komentar