Jakarta, GayaTekno.id – Peringkat smart city Jakarta pada tahun 2025 tercatat stagnan, tetap berada di posisi 103, sesuai dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.
Hal ini menandakan bahwa upaya Jakarta untuk meningkatkan statusnya sebagai kota pintar belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Bahkan, Jakarta kini tertinggal dari Ho Chi Minh, Vietnam, yang tahun lalu berada di bawahnya, namun kini telah mengungguli ibu kota Indonesia tersebut.
Peringkat Jakarta yang stagnan bukanlah satu-satunya kejadian di Indonesia. Dua kota besar lainnya, Medan dan Makassar, juga mencatatkan peringkat yang tidak mengalami perubahan signifikan.
Medan turun satu peringkat dari posisi 112 ke 113, sementara Makassar naik satu peringkat dari posisi 115 ke 114.
Ketiga kota ini masih berada di bawah 100 besar kota pintar dunia, bahkan dalam lima tahun terakhir, peringkat mereka terus menurun.
Sebagai perbandingan, kota-kota besar di Asia Tenggara lainnya menunjukkan performa yang lebih baik. Singapura tetap menduduki posisi teratas di kawasan ini, meskipun turun empat peringkat dari posisi 5 tahun lalu menjadi peringkat 9 pada 2025.
Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, dan Ho Chi Minh juga mengalami kenaikan peringkat yang cukup signifikan.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya unggul dari Manila, yang berada di peringkat 125, turun empat peringkat dari tahun sebelumnya.
Apa Itu Smart City?
IMD Smart City Index mengukur tingkat kecerdasan dan kemajuan suatu kota berdasarkan persepsi masyarakat mengenai kualitas hidup mereka.
Indeks ini mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk pertumbuhan ekonomi, teknologi, kelestarian lingkungan, dan inklusi sosial.
Penelitian ini juga melibatkan data dari 39 survei yang mewakili opini berbagai lapisan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei, masalah kemacetan dan korupsi menjadi perhatian utama bagi warga Jakarta, Medan, dan Makassar.
Di Jakarta, polusi udara, kemacetan lalu lintas, dan korupsi menjadi masalah yang paling mendesak.
Warga Medan mengidentifikasi keamanan, korupsi, dan kemacetan sebagai masalah utama, sementara warga Makassar lebih khawatir tentang kemiskinan, korupsi, dan kemacetan.
Semua ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi dan infrastruktur kota berkembang, masalah sosial dan lingkungan masih menjadi tantangan besar.
Masalah Perumahan dan Biaya Hidup yang Meningkat
Selain masalah transportasi dan transparansi, hasil survei IMD juga mengungkapkan adanya kesulitan besar yang dihadapi warga kota besar, termasuk Jakarta, terkait dengan harga perumahan.
Keterjangkauan hunian menjadi isu penting yang kini dirasakan oleh banyak warga kota besar di dunia, tidak hanya oleh mereka yang berpendapatan rendah, tetapi juga oleh kelas menengah.
Di Jakarta, hanya kurang dari 20% warga yang merasa dapat menemukan tempat tinggal dengan harga sewa yang tidak melebihi 30% dari gaji bulanan mereka.
Di Medan, angka ini bahkan lebih rendah, hanya 10% yang dapat menemukan harga perumahan yang terjangkau.
Hal ini mencerminkan ketimpangan antara pertumbuhan gaji dan harga perumahan yang semakin melambung tinggi.
Dari hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa peringkat stagnan Jakarta dan kota-kota Indonesia lainnya dalam IMD Smart City Index 2025 menggarisbawahi tantangan besar yang masih dihadapi dalam menciptakan kota pintar yang benar-benar dapat meningkatkan kualitas hidup.
Meskipun ada beberapa kemajuan dalam hal infrastruktur dan teknologi, masalah sosial seperti kemacetan, korupsi, dan keterjangkauan perumahan tetap menjadi hambatan utama.
Peningkatan kualitas hidup yang inklusif dan berkelanjutan memerlukan langkah-langkah nyata dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, agar Indonesia dapat bersaing lebih baik dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara dalam hal kecerdasan kota.
Berikan Komentar