Jakarta, GayaTekno.id – OPPO berupaya untuk melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia dengan menjadi sponsor Sudamala: Dari Epilog Calonarang.
Chief Marketing Officer OPPO Indonesia Patrick Owen mengatakan bahwa kolaborasi ini merupakan bentuk dukungan perusahaan terhadap industri kreatif, termasuk pagelaran budaya.
“Selamat atas pementasan Sudamala: Akhir Calonarang, salah satu dari sekian banyak keragaman budaya di Indonesia. Sebagai brand yang mendukung industri kreatif, OPPO merasa bangga bisa menjadi bagian dari pementasan yang luar biasa ini,” ujar Patrick di OPPO Gallery Gandaria City, Jakarta Selatan, pada Kamis (25/8/2022).
Patrick pun mengajak para penonton Sudamala: Dari Epilog Calonarang untuk mengabadikan setiap momen penting dalam pagelaran tersebut melalui OPPO Find X5 Pro 5G.
“Ini merupakan salah satu bentuk komitmen OPPO untuk berkembang dan tumbuh bersama para insan kreatif tanah air. Melalui teknologi terbaru yang ada pada OPPO Find X5 Pro 5G, OPPO dapat merekam visual video pertunjukan Sudamala: Akhir Calonarang yang jernih dengan kualitas profesional. OPPO berharap bisa terus berkolaborasi dengan berbagai pihak dan terus melakukan inovasi untuk menghadirkan teknologi yang ramah bagi pengguna,” imbuhnya.
Happy Salma dan Nicolas Saputra Jadi Produser
Di belakang layar, seni pertunjukan Sudamala: Dari Epilog Calonarang diproduksi oleh Titimangsa bersama Indonesia Kaya.
Teater produksi ke-59 Titimangsa ini terinspirasi dari pentas tradisi Bali yang berakar dari sastra wilayah setempat. Produser Sudamala: Dari Epilog Calonarang, Nicholas Saputra dan Happy Salma, menyiapkan sebuah pementasan seni ini tradisi sejak akhir tahun lalu.
Selama pandemi Covid-19, Nico, begitu sapaan Nicholas, menghabiskan banyak waktunya di Ubud, Bali. Ia kerap berdiskusi dengan Happy mengenai seni pertunjukan di Bali, termasuk Calonarang.
“Dilihat dari sisi tradisi maupun dari seni pertunjukan: dramaturgi, gerak penari, kostum dan topeng yang dikenakan, serta gamelan yang mengiringi, semua dikreasi dengan detail yang mengagumkan,” kata Nicholas Saputra yang menjadikan Sudamala: Dari Epilog Calonarang sebagai debut perdananya sebagai seorang produser teater.
Pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang adalah karya kolaborasi antara 90 orang seniman dan maestro Bali juga kota lainnya. Ini akan menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
“Untuk membawa seni tradisi keluar dari Bali, membagi pengalaman yang kami rasakan kepada penonton di Jakarta misalnya, bukan hal yang mudah. Kami ingin menghadirkan pentas seni tradisi namun dengan tampilan dan bahasa yang universal. Ini juga tantangan bagi kami untuk membuat formula baru dengan durasi yang jauh lebih pendek, karena biasanya pertunjukan seni tradisi bisa berlangsung 6-8 jam,” ujar Happy Salma, produser.
Sementara itu, pada tahun 2021 yang lalu, Titimangsa telah menyelenggarakan pementasan “Taksu Ubud” di Bali. Usai pementasan, Cokorda Gede Bayu memperlihatkan katalog Exposition Coloniale Internationale Paris 1931.
Pada perhelatan yang diselenggarakan kaum kolonial itu, Calonarang tampil di Paris selama 6 bulan bersama Legong dan Janger. Hal tersebut semakin memantik keberanian Happy dan Nico untuk melangkah lebih jauh.
Dengan bimbingan dari budayawan Tjokorda Raka Kerthyasa yang juga adalah ayah mertua Happy Salma, mereka pun diarahkan bertemu dengan beberapa maestro seni tradisi dan pertunjukan di Bali. Pada setiap pertemuan gayung selalu bersambut. Epilog Calonarang, bertajuk Sudamala, dipilih karena dirasa relevan dengan konteks kini.
Sudamala berasal dari kata śuddha yang berarti bersih, suci, atau bebas dari sesuatu; dan mala yang bersinonim dengan cemar, kotor, atau tak-murni.
Maka, Sudamala merupakan upaya untuk menghilangkan yang cemar dari subyek. Menurut maestro Calonarang, I Made Mertanadi (Jro Mangku Serongga) yang juga bertindak sebagai Sutradara pementasan sekaligus memerankan Walu Nateng Dirah,
“Apa yang akan ditampilkan di Jakarta akan sesuai dengan tradisi kuno yang sudah berlangsung ratusan tahun di Bali, namun dengan tampilan dan sentuhan teknologi modern serta tokoh Bondres yang akan menyampaikan kisah dalam bahasa Indonesia. Pementasan ini juga berkolaborasi dengan seniman-seniman seni pertunjukan luar Bali untuk memberikan perspektif dan cara pandang dari kacamata luar Bali.”
Wawan Sofwan dipercaya mengurusi dramaturgi pertunjukan, Iskandar Loedin untuk artistik, dan I Wayan Sudirana bersama Gamelan Yuganada mengomposisi musik.
Kostum dirancang oleh A.A. Ngurah Anom Mayun Konta Tenaya dan Retno Ratih Damayanti. Sebagai satu kesatuan di dalam pementasan, akan ditampilkan pula barong, rangda, topeng, gamelan, dan wastra yang diproduksi oleh para maestronya.
Sinopsis Sudamala: Dari Epilog Calonarang
Sekadar bocoran, sinopsis Sudamala: Dari Epilog Calonarang menceritakan kisah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan yang memiliki kekuatan dan ilmu yang luar biasa besar serta ditakuti banyak orang termasuk membuat resah raja yang berkuasa saat itu, Airlangga.
Hal ini pula yang menyebabkan tak banyak pemuda yang berani mendekati putri semata wayangnya, yang bernama Ratna Manggali. Walu Nateng Dirah sangat kecewa dan mengekspresikan kepedihannya dengan menebar berbagai wabah. Luka hatinya itu akhirnya sementara terobati, setelah Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula.
Kehidupan pernikahan ini ternyata dicederai Mpu Bahula. Ia yang ternyata adalah utusan pendeta kepercayaan Raja Airlangga, mengambil pustaka sakti milik Walu Nateng Dirah yang akhirnya jatuh ke tangan Mpu Bharada.
Walu Nateng Dirah kecewa dan murka, kemurkaanya lalu menimbulkan wabah yang menyengsarakan banyak orang. Setelah Mpu Bharada mengenali ilmu yang dimiliki Walu Nateng Dirah, Ia lantas menantang Walu Nateng Dirah untuk beradu ilmu, agar dapat menuntaskan bencana dan wabah yang melanda.
Lantas, siapakah yang menang dalam pertarungan ini? Apakah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan sakti yang kecewa? Ataukah Mpu Bharada, seorang brahmana suci, pendeta kesayangan Raja Airlangga?
Temukan jawabannya dalam pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang yang akan digelar di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, pada 11-12 September 2022 mendatang.
Berikan Komentar