Review Film Memory: Ide Bagus, Eksekusi Kurang Mulus

Review film memory

Jakarta, GayaTekno.id – Dengan usia yang tak lagi muda, Liam Neeson masih eksis dengan film aksinya. Teranyar, aktor kawakan itu kembali menjadi sosok ‘badass’ dalam film berjudul Memory.

Mengambil latar di Meksiko dan Texas, sinopsis film Memory terpusat pada masa senja seorang pembunuh bayaran bernama Alex Lewis yang diperankan oleh Liam Neeson. Namun ketika dirinya mulai berpikiran untuk pensiun dari dunia hitam yang selama ini menjadi jalan hidupnya, ada sebuah kejadian yang memaksanya untuk kembali beraksi.

Namun seperti kebanyakan orang tua pada umumnya, kondisi fisik Alex tak lagi prima seperti dulu. Ia mulai diserang penyakit alzheimer yang terus menggerogoti daya ingatnya, yang secara tidak langsung mengganggu aktivitasnya sebagai seorang pembunuh bayaran.

Review film memory

Singkat cerita, Alex dihadapkan pada sebuah misi yang bertentangan dengan prinsip hidupnya, sehingga dirinya justru berbalik arah untuk menghabisi orang-orang yang memberikan misi tersebut hingga ke akar-akarnya.

Sepintas, alur film Memory mudah ditebak. Namun untuk menambah bumbu cerita, sutradara Martin Campbell memasukkan karakter agen FBI bernama Vincent Serra (Guy Pearce), beserta dua rekannya, Linda Amistead (Taj Atwal) dan Hugo Marquez (Harold Torres).

Baik Alex maupun Vincent, keduanya sama-sama berusaha menegakkan keadilan, namun dengan cara yang berbeda. Sang pembunuh bayaran berusaha mengungkap kasus dengan cara ekstrem, sementara Vincent menempuh birokrasi yang berbelit-belit dan penuh intrik.

Satu hal yang menarik, situasi yang dialami Alex maupun Vincent seolah-olah menjadi cerminan kehidupan saat ini, ketika hukum dan keadilan hanya berpihak kepada penguasa dan para pemilik harta.

Namun, apakah Alex dan Vincent sanggup untuk memberantas ketidakadilan di negara tersebut? Temukan jawabannya dalam film Memory yang sudah tayang di bioskop kesayangan kamu.

Opini

Harus diakui, konsep atau ide film ini sangat menarik dan antimainstream. Bayangkan saja ketika sebuah film aksi yang melibatkan banyak adegan berdarah-darah harus disandingkan dengan Alzheimer, sebuah penyakit yang menyerang para manula.

Bisa dimengerti, Martin Campbell selaku sutradara film Memory ingin mengingatkan penontonnya bahwa sehebat-hebatnya orang, tetap akan dikalahkan oleh waktu. Apakah pesannya sampai? Iya. Tapi tidak dengan eksekusinya.

Pada beberapa adegan awal, agak sulit untuk menikmati film ini. Mulai dari alur ceritanya yang terkesan terburu-buru, pengenalan karakter yang kurang jelas, dan beberapa kali terdapat adegan yang tidak nyambung atau tidak diperlukan yang sebenarnya bisa dipakai untuk lebih banyak menggali asal usul karakter.

Adapun yang dirasa mencuri perhatian justru datang dari Monica Bellucci, aktris senior yang kali ini didapuk menjadi sosok antagonis dalam film Memory. Meskipun tidak mendominasi jalannya cerita, aktris berkebangsaan Italia itu berhasil menampilkan kesan ‘dingin’ dibalik penampilannya yang elegan.

Intinya, review film Memory ini ditutup dengan sebuah kesimpulan: ide bagus, eksekusi kurang mulus.

Tivan Rahmat
The advance of technology is based on making it fit in so that you don't really even notice it, so it's part of everyday life